top of page

Mental Inlader: Meiji Restorasi Indonesia (2)

  • Writer: Elwin Tobing
    Elwin Tobing
  • Mar 25
  • 2 min read

Soekarno bersama Nikita Khrushchev, PM Uni Soviet, Leonid Brezhnev, yang kemudian menjadi pemimpin Uni Soviet, dan astronot terkenal Yuri Gagarin. Kepercayaan diri yang tinggi salah satu modal utama Presiden Soekarno sejak kecil.
Soekarno bersama Nikita Khrushchev, PM Uni Soviet, Leonid Brezhnev, yang kemudian menjadi pemimpin Uni Soviet, dan astronot terkenal Yuri Gagarin. Kepercayaan diri yang tinggi salah satu modal utama Presiden Soekarno sejak kecil.

INDONESIA 360: A 360° Perspective in 360s Words.


Enam tahun lalu, bersama kolega, Profesor Strother, kami membahas pembangunan daerah di Indonesia. Saya berbagi pengalaman mengenai birokrasi di Indonesia yang kerap memicu frustrasi. Beliau tertawa dan berkata, “You take me there.”

 

Maksudnya, kehadirannya di Indonesia bisa mempercepat proses birokrasi. Bercanda, tapi maknanya dalam.


Dua tahun sebelumnya, kami menyelenggarakan seminar pembangunan daerah di Indonesia. Meski saya pembicara utama, semua peserta justru ingin berfoto dengannya. Saya seperti penonton di negeri sendiri.

 

Setelah acara, sambil minum bir di Bogor, Prof. Stu, panggilannya, berkata, “You have to pay me double. I brought all the participants.

 

Lagi-lagi bercanda, tapi tetap menyentil. Ia langsung melihat mental tertentu di Indonesia.


Indonesia mengalami salah satu masa penjajahan terpanjang dalam sejarah modern dunia. Dampaknya masih terasa di berbagai aspek: sosial, ekonomi, dan budaya. Tak berlebihan mengatakan jika penjajahan itu meninggalkan warisan mental feodal, mental terjajah, dan mental inlander.

 

Mental inlander adalah rasa rendah diri dan meremehkan anak bangsa sendiri ketimbang bangsa lain, terutama Barat. Memang, dalam banyak hal mereka lebih maju. Namun, ketika penilaian menjadi subjektif dan meremehkan anak bangsa sendiri tanpa dasar, itulah mental inlander.

 

Ini berlawanan dengan semangat Soekarno, yang sangat percaya Indonesia sejajar dengan negara manapun.

 

Tahun 1962, Indonesia tuan rumah Asian Games, tapi karena mengundang Tiongkok dan Korea Utara, dilarang ikut Olimpiade 1964. Soekarno marah dan membentuk GANEFO sebagai tandingan Olimpiade. GANEFO pertama di Jakarta tahun 1963 sukses diikuti 51 negara. Bagi Soekarno, ini bukti Indonesia mampu berdiri di panggung dunia.

 

Soekarno dikagumi Khrushchev (pemimpin Rusia), Kennedy (Presiden AS) dan para pemimpin dunia, karena kepercayaan dirinya. Beliau ingin tularkan aura tersebut kepada rakyat Indonesia.

 

Namun, Soekarno sudah mengingatkan, “Perjuanganku lebih mudah karena melawan penjajah. Perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri.”

 

Puluhan tahun kemudian, banyak dari kita justru merendahkan bangsa sendiri dan bangga bila seperti dekat dengan orang asing. Itu mental belum merdeka: mental penjajah, mental terjajah, dan mental inlander. Penghambat besar kemajuan Indonesia.

 

Sudah tiga dekade di Amerika, saya bergaul dengan berbagai anak bangsa yang menjadi warga atau penduduk menetap Amerika. Saya tidak melihat mental yang merendahkan warga sendiri. Mungkin karena tidak pernah lama dijajah, atau sistem pendidikan yang menanamkan rasa percaya diri pribadi dan nasional.

 

Indonesia bisa maju kalau manusianya berkarakter kerja keras, sinergis, integritas, dan tidak bermental inlander.

 
 
 

Comments


bottom of page