top of page

Menjaga Ekonomi di Tepi Krisis

  • Writer: Elwin Tobing
    Elwin Tobing
  • Mar 26
  • 2 min read

Kurs rupiah hari ini tembus Rp16.600-700. Angka psikologis: Rp17.000. Bank Indonesia kemungkinan akan melakukan apa pun untuk mencegah itu. Tapi sampai kapan bisa menahan?

 

Intervensi dengan menjual dolar bisa melemahkan cadangan. Membatasi pembelian dolar bisa memicu kepanikan. Keduanya berisiko memberi sinyal bahwa situasi memburuk.

 

IHSG naik, tapi bukan karena pasar sehat. Ini hasil buyback oleh emiten, mungkin juga intervensi lewat BUMN. Tujuannya jelas: jangan sampai dua indikator utama—kurs dan IHSG—jatuh bersamaan.

 

Sejak 2015 kami sudah mengingatkan soal risiko salah urus pembangunan: Deindustrialisasi harus dijawab dengan kebijakan ekosistem agroindustri yang agresif dan serius. Namun itu tidak terlaksana. Sementara ruang untuk bersuara terbatas.

 

Secara obyektif, banyak ekonom dan teknokrat kita kurang tajam. Terlalu generalis, atau terjebak pada angka tanpa konteks. Gagal melihat pohon dari hutan atau luput melihat hutan dari pohon. Mungkin juga terseret dalam kepentingan elit.

 

Pemerintahan Presiden Prabowo harus berhasil. Kalau ekonomi rusak, elit mungkin tetap aman—tapi rakyat tidak. Presiden harus peka. Kritik tak selalu bermaksud menjatuhkan.

 

Seperti diktum Einstein, kita tak bisa selesaikan masalah dengan pola pikir yang sama yang menciptakannya. Diperlukan cara pandang baru.

 

Mengikuti diktum tadi, mungkin sudah waktunya ganti tim ekonomi. Kabinet perlu dirampingkan secara signifikan demi efisiensi dan efektivitas. Program sosial harus disesuaikan dengan kondisi fiskal.

 

Fokus utama: penciptaan lapangan kerja dan perputaran uang di dalam negeri. Produksi komoditas strategis, terutama pangan, butuh penanganan serius, cepat, dan tepat.

 

Ekonomi Indonesia ditopang konsumsi. Tapi tanpa produksi yang kuat, konsumsi justru melemahkan rupiah karena mendorong impor. Ini tidak sustainable.

 

Kita butuh siasat baru. Baik untuk jangka pendek maupun panjang. Lebih baik ambil kebijakan dengan trade-off jangka pendek demi fondasi ekonomi jangka menengah dan panjang. Daripada terus menerus tambal sulam yang tak berkelanjutan.

 

Resesi ekonomi adalah siklus. Biasanya terjadi tiap 10 tahun. Ekonomi AS dan negara lain juga akan sama, mengalami siklus 10 tahun. Waktunya saja yang berbeda. Resesi besar yang bisa menjadi krisis terjadi setiap 15–25 tahun. Jika 1998 dihitung sebagai awal dan minus 3 tahun COVID, itu sudah menjelang waktunya.

 

Masih bisa dihindari? Bisa dimitigasi dengan antisipasi kebijakan yang tepat, dan dengan kerendahan hati dari para pengambil keputusan untuk melihat situasi secara objektif dan jernih.

 
 
 

Comments


bottom of page